Minggu, 01 Mei 2016

Makalah Ilmu Hadis Berjudul Puasa


Assalamualaikum Wr.Wb
Inilah makalah ilmu hadi yang berjudul Puasa.
 

Kata Pengantar

            Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nyalah maka kami bisa menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat waktu. Berikut ini penyusun mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Puasa” yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita semua.
            Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bilamana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca. Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terimah kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat kepada kita semua .
            Semoga makalah ini bermanfaat.



                                                                                    Samata, 24 Maret 2016


                                                                                                penulis







BAB II
PENDAHULUAN
A.    Latar  Belakang
Puasa adalah rukun Islam yang ketiga. Karena itu setiap oranyang beriman, setiap orang Islam yang mukallaf wajib melaksanakannya. Melaksanakan ibadah puasa ini selain untuk mematuhi perintah Allah adalah juga untuk menjadi tangga ke tingkat takwa, karena takwalah dasar keheningan jiwa dan keluruhan budi dan akhlak.
Puasa merupakan amalan – amalan ibadah yang tidak hanya oleh umat sekarang tetapi juga dijalankan pada masa umat – umat terdahulu. Puasa Ramadhan merupakan puasa wajib. Kami menuliskan topik puasa agar kita lebih mengerti tentang puasa dan penguasaan diri kita. Ramadhan merupakan bulan diman kita harus mengendalikan diri kita.
Allah memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena segala sesuatu yang diciptakan tidak ada yang si – sia dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti demi kebaikan hambanya. Kalau kita mengamati lebih lanjut ibadah puasa mempunyai manfaat yang sangat besar karena puasa tidak hanya bermanfaat dari segi rohani tetapi juga dalam segi lahiria.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hadist tentang puasa?
2.      Bagaimana syarah puasa?







BAB III
PEMBAHASAN
A.    Lafazh Hadis

         Hadis Nabi riwayat al – Bukhari dari Talhah bin Ubaidillah:









Artinya:
“ Ada seorang sahabat bertanya kepada Nabi, “Wahai utusan Allah, beritahulah aku puasa yang diwajibkan oleh Allah atasku? Jawab Nabi: “Puasa bulan Ramadahan” orang tersebut bertanya lagi, “Adakah puasa yang wajib atasku selain bulan Ramadhan?” jawab Nabi: “tidak ada, kecuali puasa sunat”

B.     Syarah Puasa
            Menurut kajian, semua ibadah yang disyariatkan oleh Islam terbagi menjadi dua:
            Pertama: fardhu, yaitu sesuatu yang harus dikerjakan oleh tiap  - tiap mukallaf; tidak boleh diabaikan dan tidak boleh dilalaikan. Barang siapa yang tidak mengindahkannya, maka ia pasti dicela dan berdosa di dunia. Sedang diakhirat disiksa dengan adzab yang pedih. Melaksanakan batas minimal ibadah yang disyariatkan atas seorang muslim.
            Ibadah yang fardhu ini terwujud dalam shalat fardhu yang lima kali sehari semalam, zakat mal namiyah ( zakat harta produktif ), puasa Ramadhan tiap – tiap tahun, dan naik haji sekali seumur hidup.
            Inilah fardhu – fardhu yang diwajibkan oleh syariat dan bagi orang yang mengingkari akan kefardhuannya akan dihukumi sebagi orang kafir. Adapun orang yang meninggalkannya tanpa alasan yang dibenarkan oleh agama disebut orang yang fasiq.
            Setiap orang akan dituntut dihadapan Allah SWT. Dan masyarakat agar melaksanakan fardhu ini secara terang – terangan, sehingga tidak ada tuduhan bahwa dirinya melalaikannya dan bisa menjadi uswah ( suri tauladan ) bagi orang lain. Namun pokok pembahasan ini adalah puasa.
            Puasa diwajibkan dan sangat dianjurkan, baik dalam Qur’an maupun sunnah Nabi saw. Ibadah puasa ini telah dikenal dan diwajibkan pada syariat agama – agama sebelum islam sebagaimana dinyatakan Didalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat [2] : 183.





Artinya: “ Hai orang – orang yang beriman, diwajibkan bagimu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan pada orang – orang sebelum kamu. Mudah – mudahan kamu bertakwa”
Puasa yang dimaksud dalam arti ayat diatas tersebut adalah puasa yang diwajibkan pada bulan Ramadhan bagi orang yang sudah memenuhi syarat. Dengan tujuan agar manusia bertaqwa kepada Allah SWT. Puasa wajib berarti puasa yang harus dilakukan. Jika dilakukan mendapat pahala dan jika tidak dilakukan berdosa. Dan taqwa yang dalam Bahasa Indonesia berarti menjaga atau memelihara diri. Sedangkan menurut termonologi taqwa berarti menjaga atau memelihara diri agar terbebas dari azab, dari siksa, laknat dan murka dari kutukan Allah SWT.
         Puasa artinnya menahan dan mencegah diri dari hal – hal yang mubah, yaitu berupa makan dan berhubungan suami-istri dalam rangka taqarub ilallahi ta’ala (mendekatkan diri pada Allah Ta’ala).
         “Saumu” (puasa) menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu” seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Menurut syara’ puasa berarti menahan diri dari perbuatan tertentu dengan niat dan menurut aturan tertentu sejak terbit matahari hingga terbenam.
         Puasa wajib artinya puasa uang dikerjakan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan mendapat dosa. Puasa wajib atau fardhu yaitu puasa pada bulan Ramadhan. Telah kita ketahui bahwasanya puasa Ramadhan yang dilakukan secara tepat waktu artinya pada bulan Ramadhan. Puasa Ramadhan adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Hukum melaksanakan puasa Ramadhan adalah wajib bagi setiap orang yang telah memenuhi syarat wajibnya. Puasa Ramadhan mulai diwajibkan kepada umat islam pada tahun kedua hijriyah. Puasa ini termasuk rukun Islam. Ulama telah sepakat mengenai kewajiban melaksanakannya berdasarkan dalil Alqur’an, Al-Sunnah dan ijma’. Dalil alquran dapat dijumpai dalam surat al-Baqarah ayat 183. Selain ayat tersebut alquran juga mejelaskna dalam ayat 185 pda surat yang sama: “ Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya di bulan Ramadhan), maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.
         Sesuai dengan namanya bulan Ramadhan dilaksanakan setiap hari dibulan Ramadhan, sejak hari pertama dan hingga hari terakhir awal Ramadhan dapat diketahui dengan menyempurnakan bilangan bulan sya’ban 30 hari, atau dengan melihat (ru’yah) anak bulan (hilal) Ramadhan itu sendiri: “Berpuasalah kamu karena melihat bulan, bukanlah karena melihatnya. Jika pandangan kamu dihalangi oleh kabut, maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban tiga puluh hari”.
         Hadis ini jelas menyatakan bahwa orang yang secara langsung melihat bulan wajib melakukan puasa. Mereka yang tidak melihatnya sendiri, juga diwajibkan berpuasa berdasarkan adanya kesaksian bahwa bulan benar – benar telah terlihat. Umar berkata: “Saya memberi tahu Nabi bahwa saya telah meliaht hilal, lalu beliau berpuasa dan memerintahkan orang – orang agar berpuasa”
         Bila hilal Ramadhan telah tampak disuatu negeri, maka selain penduduk negeri tersebut, penduduk negeri yang berdekatan dengannya pun wajib melakukakan puasa. Sebagian ulama’ mengukur dekat dan jauhnya dengan jarak. Namun, pendapat yang lebih kuat mengukurnya dengan kesatuan matla’ (tempat terbit).
         Kewajiban Ramadhan ini dibebankan kepada orang yang telah memenuhi syarat, yaitu Islam, balig, berakal, suci (dari haid dan nifas). Orang kafir tidak dituntut melakukannya karena mereka tidak sah melakukan ibadah. Anak – anak juga tidak diwajibkan berpuasa, tetapi mereka disuruh melakukannya, seperti salat, bila telah berumur 7 tahun, dan dipukul bila ia meninggalkannya setelah berusia 10 tahun. Demikian halnya dengan orang gila. Namun, jika telah sembuh dari gilanya, ia wajib meng-qadha puasanya.
         Orang yang sama sekali tidak mampu berpuasa karena terlalu tua atau karena penyakit yang tidak diharapkan sembuhnya lagi, juga tidak diwajibkan berpuasa, karena keadaan itu merupakan kesulitan bagi mereka, sedangkan islam tidak menghendaki kesulita (Q.S Al-Hajj: 78 )
Mereka juga tidak diwajibkan mengqadha puasa, tetapi harus membayar fidyah, sesuai dengan hadis riwayat Ibn Abbas: “ Orang yang telah tua  (wajib) memberi makan untuk setiap hari (puasanya yang tertinggal) seorang miskin”. Dalam riwayat Abu Hurairah disebutkan: “orang yang telah mencapai usia lanjut sehingga tidak mampu melakukan puasa Ramadhan, maka untuk tiap – tiap harinya ia dikenakan kewajiban satu mud gandum”.
         Orang yang tidak mampu berpuasa karena mengalami penyakit yang dikuatirkan akan semakin parah bila ia berpuasa, padahal masih diharapkan sembuhnya, boleh berbuka, tetapi wajib mengqadha puasanya setelah sembuh. Ini juga berlaku bagi orang sehat yang ketika sedang berpuasa, sakit sebelum waktu berbuka; ia boleh berbuka tetapi wajib mengqadhanya.
        
            Kedua: Tathawwu’ ( sunnah ). Ibadah yang bernilai tathawwu’ ialah ibadah yang dituntut oleh syariat dari mukallaf dengan tuntutan yang bersifat anjuran dan dorongan, bukan tuntutan yang bersifat wajib dan  mesti.
            Ibadah tathawwu’, sekalipun tidak harus dikerjakan oleh orang muslim, akan menghasilkan buah yang bagus yang sepatutnya dipetik olehnya.
            Sebagai contoh, buah dari ibadah tathawwu’, jika ditakdirkan terdapat kekurangan dalam melaksanakan yang fardhu, maka ibadah tathawwu’ akan melengkapinya. Oleh karena itu, dalam satu riwayat disebutkan, bahwa ibadah yang pertama kali akan dimintai pertanggungjawaban di hari kiamat adalah shalat fardhu. Jika shalat fardhunya sempurna, maka ia akan mendapatkan nikmat dan rahmat dari Allah. Jika tidak, ia akan ditanya tentang shalat tathawwu’ nya untuk melengkapi kekurangan shalat fardhunya.
            Jadi sangat bijaksana jika seorang muslim merasa tidak cukup hanya dengan mengerjakan yang fardhu sebagai batas maksimal, sehingga ia merasa perlu memperbanyak ibadah dengan melaksanakan yang sunnal atau nafilah.
            Contoh yang lain, ibadah fardhu mempersiapkan orang muslim untuk menjadi orang yang dekat dengan Allah SWT. Sedangkan ibadah tathawwu’ mengantarkannya pada derajat orang – orang yang dicintai Allah SWT.
            Oleh karena itu, Islam membuka pintu awal tathawwu’ untuk orang – orang yang bersungguh – sungguh dan bersemangat, agar mereka ikut ambil bagian dalam beramal yang bernilai tathawwu’ sebagai tanda cinta kepada Allah SWT. Yang demikian itu diwujudkan dalam berabagai macam ibadah, antara lain puasa.
         Dalam puasa sunat, sebenarnya tidak ada pembatasan waktu pelaksanaannya. Orang yang dapat memilih sendiri waktu yang tepat baginya  untuk berpuasa sesuai kemampuan dan keadaannya. Namun, perlu dicatat baik puasa wajib maupun puasa sunat, haram dan tidak sah dilakukan pada hari – hari tertentu. Puasa sunah adalah puasa yang boleh dikerjakan dan boleh tidak, puasa sunah sering disebut dengan puasa tathawwu’ artinya pabila dilakukan mendapat pahala dan apabila tidak dilakukan tidak berdosa. Puasa sunnah dapat dan baik dilakukan, tetapi ada beberapa hari yang secara khusus dianjurkan berpuasa padanya.
1.      Puasa enam hari pada bulan syawal
Nabi saw sangat menganjurkan kaum muslimin, agar mereka mengiringi puasa Ramadhan dengan puasa enam hari dibulan syawal. Riwayat Nabi Muhammad saw yang sabdanya “ Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemmuadian dia diiringi dengan ( puasa ) enam ( hari ) di bulan syawal tiap tahun sepanjang umur, maka seolah – olah ia berpuasa setahun” puasa syawal ini dapat dilakukan secara berturut – turut atau tidak.
2.      Puasa tanggal sembilan dzulhijjah ( puasa arafah )
Khususnya bagi orang yang tidak melakukan ibadah haji. Puasa pada tanggal 9 dzulhijah, yaitu hari arafah. Karena pada hari itu jamaah haji berwuquf di Padang Arafah mengenakan busana ihram menyerupai kafan mayit dengan rambut kusut dan berdebu. Mereka memenuhi panggilan Allah, mengkhususkna diri unutuk-Nya dan tunduk dan patuh kepada-Nya.
Di Padang Arafah jamaah haji mendekatkan diri kepada Allah dengan membaca talbiyah, sedang umat islam yang berada didaerah atau negara yang lain bertaqarrub kepada Allah dengan menjalankan ibadah puasa arafah, maka jawab ( beliau ): “(Puasa Arafah ) menghilangkan ( dosa – dosa ) pada tahun yang lalu dan tahun yang akan datang”
3.      Puasa bulan muharram, terutama hari asyura 10 muharram
Perhatikan hadis riwayat muslim dan lain – lain dari Abu Hurairah, nabi bersabda, yang artinya: “Sebaik – baik puasa sesudah bulan Ramadhan adalah bulan Allah “Muharram”. Mengenai puasa hari Asyura’ perhatikan hadis riwayat muslim dan lain – lain dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah datang keMadinah dan menjumpai orang – orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Nabi bertanya kepada mereka “Mengapa Anda sekalian puasa pada hari ini?” Jawab mereka “Hari ini adalah hari agung, karena Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya, dan menggelamkan fir’aun dan pasukannya pada hari itu. Maka Musa puasa pada hari itu sebagai pernyataan syukur, lalu kami juga ikut puasa. Maka nabi bersabda: “kami lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada Anda sekalian. Lalu nabi berpuasa dan menyuruh sahabatnya agar puasa pada hari Asyura.
4.      Puasa di bulan Sya’ban
Disunnahkan berpuasa dibulan Sya’ban sebagai persiapan dalam rangka menghadapi Bulan suci Ramadhan dan demi mengikuti sunnah Nabi Muhammad saw. Berpuasa pada bulan sya’ban merupakan keutamaan. Dalam satu riwayat dijelaskan bahwa Rasulullah senantiasa berpuasa dan menganjurkan agar umatnya berpuasa .
5.      Berpuasa dibulan – bulan haram
Dinamakan haram karena pada bulan – bulan tersebut dilarang mengadakan perang. Sebagaimana dilarang berperang dikawasan Haramain, maka diharamkan juga pada bulan haram.
Sedang yang dimaksud bulan – bulan haram ialah Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab
6.      Puasa Senin Kamis
Diantara hari –hari yang dianjurkan berpuasa adalah hari senin dan kamis. Hadis riwayat Ahmad dari Abu Hurairah, ketika ditanya mengapa melakukan puasa senin dan kamis, Nabi bersabda: “sesungguhnya semua amal dihadapkan kepada Allah setiap hari senin dan kamis. Allah mengampuni semua orang muslim/mukmin, kecuali terhadap dua orang yang sedang bermusuhan, lalu Allah memerintahkan penundaan ampunan-Nya”
7.      Puasa Daud
Tentang puasa Daud banyak sekali perintah Rasulullah Saw yang menganjurkannya. Mengapa disebut puasa Daud? Karena puasa ini dinisbatkan kepada Nabiyullah Daud as. Beliaulah yang pertama kali melakukannya. Puasa tetrsebut dilakukan dengan cara sehari berpuasa dan sehari berbuka ( berpuasa selang sehari ). Puasa Daud merupakan puasa yang seimbang (adil). Karena pelaksanaannya tidak mengabaikan hak dan kewajiban yang lain. Dengan berpuasa Daud seseorang bisa memenuhi hak badannya, yakni memberinya asupan gizi maupun nutrisi yang cukup, serta memberi waktu istirahat terhadap badannya. Sementara disisi lain ia telah menuanikan hak Allah dengan beribadah kepada-Nya. Jadi, dengan melakukan puasa Daud seseorang bisa menunaikan hak Allah maupun hak manusia. Ibadah puasa Daud adalah ibadah dengan porsi tepat. Tidak heran kalau Rasulullah Saw menjadikannya sebagai puasa yang paling uatam dan paling  juga adil. Dengan puasa Daud pola makan menjadi lebih teratur. Begitu juga pola istirahat. Sehingga tubuh menjadi lebih sehat karena pola hidup sehat yang senantiasa terjaga.

                     Islam tidak mensyaritakan sesuatu, melainkan pasti mengandung hikmah yang demikian besar. Bisa diketahui oleh orang yang tahu, dan tidak diketahui oleh orang bodoh. Perbuatan – perbuatan Allah tidak sunyi dari hikmah – hikmah yang terkandung didalamnya, dan hukum – hukum-Nya pun tidak lepas dari hikmah – hikmah yang terkandung dalam syariatnya. Dia Mahabijaksana dalam penciptaan-Nya; Mahabijaksana dalam perintah-Nya; Dia tidak pernah menciptakan sesuatu apapun dengan batil dan dia sama sekali tidak pernah mensyariatkan suatu hukum dengan sia – sia.
                     Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak berhajat kepada suatu apa pun, justru hamba – hamba-Nya yang amat butuh kepada-Nya. Katakanlah hamba – hamba-Nya tidak dapat memberi manfaat sama sekali sebagaimana kemaksiatan mereka tidak dapat memberi manfaat sama sekali sebagaimana kemaksiatan mereka tidak dapat membahayakanNya. Hikmah dari ketaatan seorang hamba akan kembali kepadanya kemaslahatan orang – orang mukallaf itu sendiri.
                     Dalam ibadah puasa terdapat sejumlah hikmah diantaranya: membersihkan jiwa (tazkiyatun nafs), bahwa puasa dapat menyehatkan badan, puasa mendidik iradah ( kemauan ), mengendalikan hawa nafsu, membiasakan bersifat sabar dan diantara sekian banyak hikmah puasa ialah dapat menumbuhakan semangat bersyukur terhadap nikmat Allah Ta’ala.












BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
         Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari sesutau dalam pengertian tidak terbatas “saumu” (puasa), menurut bahasa arab adalah menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Puasa juga menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
         Berdasarkan ketetapan Alquran surat Al-Baqarah ayat 183 dan ketetapan hadis yang telah disebutkan, puasa diwajibkan atas umat islam sebagaimana diwajibkan atas umat yang terdahulu. Seluruh ulama Islam sepakat menetapkan bahwasanya puasa, salah satu rukun Islam karena itu puasa di bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan.
         Yang diwajibkan berpuasa itu adalah orang yang beriman ( muslim ) baik laki – laki maupun perempuan ( untuk perempuan suci dari haid dan nifas), berakal, baligh (dewasa). dan puasa ada wajib dan sunnah
(tathawwu’), dimana wajib bila dilaksanakan mendapat pahala, tidak dilakukan akan berdosa. Sedangkan sunnah bila dikerjakan mendapat pahala, tidak dikerjakan tidak akan berdosa.










DAFTAR PUSTAKA

Cholil, Adam. 2013. Dahsyatnya Puasa Nabi Daud. Jakarta: AMP Press
Qardhawi, Yusuf. 1998. Fiqih Puasa. Surakarta: Era Intermedia
Rasjid, Sulaiman. 2010. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Supiana dan M Karman.2003. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT  Remaja Rosdakarya
Zuhdi, Masjfuk. 1992. Studi Islam. Jakarta: CV Rajawali

2 komentar:
Write komentar

About Me